JODOH

Sewaktu saya masih muda, baik di SMA ataupun di Perguruan Tinggi saya sangat aktif dalam berbagai organisasi kepemudaan seperti; Ketua Osis SMA, Ketua Pecinta Alam, Karang taruna, sanggar seni lukis dan anggota Resimen Mahasiswa.

Dalam kegiatan kepemudaan tersebut diatas saya menjumpai ribuan pemuda pemudi yang yakin sekali kalau pacarnya ‘jodoh’ dari Tuhan. Kadang orang tuanya menasehati; “Coba kamu pikir sekali lagi, karena beda suku, beda ekonomi, beda budaya, beda pendidikan, beda agama (atau faktor lainnya)” Banyak anak anak muda tetap pada keyakinannya tidak berubah kalau si’dia’ adalah jodoh, bahkan sangat yakin bisa mengatasi semua ‘perbedaan’ tadi dengan menjawab; “Tapi kami saling mencintai”

Kebalikannya belakangan ini sejak 1995 saya berkeliling mulai dari Amerika, Bangkok, Malaysia, Singapura, Australia dan Selandia Baru serta dari Aceh hingga Papua, dari Nias dan Mentawai hingga ke Sangihe Talaud, dalam berbagai SEMINAR KELUARGA, saya menjumpai ribuan ibu-ibu dan bapak-bapak apapun suku mereka yang yakin sekali bahwa sudah menikahi orang yang salah.

Banyak orang berpikir, bahwa dalam hal investasi ini dan itu, mereka tepat sekali, dalam hal membuka toko disana tidak salah lagi, dalam hal aktif di kegiatan sosial..itu kepuitusan terbaik..namun banyak orang berpikir...’bahwa menikahi yang satu ini...inilah satu satunya kesalahan dalam hidup saya. Banyak orang berpikir menikahi orang yang salah.

Mayoritas jawaban yang saya jumpai kalau saya bertanya; “Kenapa tidak yakin kalau pasanganmu itu jodoh dari Tuhan?” Maka mereka menjawab :”Kami berbeda” “Banyak perbedaan pak, kami tidak cocok, kami tidak saling mengerti” “Kami berusaha untuk cocok, tapi perbedaan kami terlalu banyak”. Sebentar kita akan belajar bahwa berbeda bukan berarti bukan jodoh. Yang harus diganti bukan istri atau suami, tetapi cara berpikir kita, konsep kita tentang pernikahan dan ‘perjodohon’


EmoticonEmoticon