‘Linguistic Intelligence’

Bagian pertama dari aspek kecerdasan adalah ‘linguistic intelligence’, kecerdasan berbahasa. Bahasa sendiri memiliki beberapa hal seperti ‘tata bahasa’, ‘spelling’ atau ‘pengejaan/pengucapan’, tulis menulis, menulis halus, tata cara menulis yang benar dan hal-hal lainnya (Hal-hal ini yang tentunya harus diperhatikan oleh seorang guru bahasa). Namun menurut saya, sebagai orang praktisi, pengusaha dan pemerhati masalah keluarga, yang penting dalam ‘kecerdasan bahasa’ yang berhubungan langsung dengan penentuan orang tersebut akan berhasil atau tidak adalah aspek:

A. Berani bicara
Mereka yang berhasil dalam kehidupan ini, adalah mereka yang ‘berani’ berbicara. Apa artinya seseorang pandai jika mereka tidak berani bicara, maka siapa yang akan tahu kalau dia pandai?

Ada perbedaan budaya di Asia dan di Eropa atau Amerika, dalam hal mendidik anak. Umumnya di Asia jika orang tua marah, dan anak menjawab, maka orang tua akan bertambah marah, membentak “Diam” “Jangan melawan kalau orang tua berbicara” Sementara itu, justru hal sebaliknya di ‘barat’ mereka meminta anaknya untuk ‘talk’ bahkan ‘argue’ mereka meminta anaknya untuk berbicara, memberikan alasan.

Kita sebagai orang tua dan juga sebagai guru, mari kita melatih anak-anak kita menjadi anak-anak yang berani berbicara. Ajak murid-murid ataupun anak anda untuk berdiskusi, belajar mengemukakan pendapat, dengarkan mereka. Kepribadian juga akan berkembang ketika orang didengar. Ada kebahagiaan ketika orang didengar sehingga bukan hanya soal membuatnya ‘berani’ berbicara, sebenarnya hal yang lebih jauh terjadi, membuat seseorang merasa diterima dan bahagia.

Saya (Jarot Wijanarko, Ir) bukanlah seseorang yang berbahasa Enggris dengan baik. ‘Spelling’ saya jelek, bahkan ‘gramar’/ tata bahasa saya kacau. Namun ketika saya tahun 1990 bergabung dengan Astra dan ditempatkan di bagian ‘Marketing Export’, maka saya berhasil. Saya bisa mendapatkan buyer dan order yang banyak, bahkan tahun 1992 saya membuka perusahaan sendiri (PT. IFA =Indonesian Footwear Agencies), Trading Export dan terus berkomunikasi dengan pembeli / ’buyer’ dari luar negri.

Kenapa saya berhasil berhubungan, berkomunikasi dengan orang asing? Bukan karena bahasa Enggris saya bagus, tetapi karena saya ‘berani’ berbicara. Saya menjumpai bahwa mereka bisa ‘memaklumi’ bahasa Enggris saya yang ‘parah’. Saya sering menjumpai orang Indonesia yang lebih ‘perfectionist’ yang selalu ‘mengoreksi’ bahasa Enggris saya, yang kacau ‘spelling’ bahkan ‘gramar’-nya. Saya ada rasa minder berbahasa Enggris di hadapan orang Indonesia, tetapi justru tidak dengan orang asing.

Karena itu saya sarankan jika anakmu si kecil dengan bangga menunjukan kebolehannya berbahasa Enggris dan mengucapkannya dengan ‘spelling’ yang salah, biarkan saja. Jangan sedikit sedikit disalahkan, nanti dia akan malas, malu dan tidak berani berbicara.

Saya beri contoh dalam kisah berikut ini:

Kisah Sigagap

Alkisah ada sebuah penerbit buku cerita yang susah menjual buku edisi terbarunya. Sampai-sampai mereka pasang iklan untuk mencari salesman/ salesgirl untuk menjual buku tersebut. Banyak juga yang melamar dan rata-rata pintar persuasi orang dan enak ngomongnya, cakep dan cantik lagi. Tapi tetap saja mereka tidak berhasil.

Sampai suatu waktu ada orang gagap datang ke penerbitan tersebut bermaksud melamar jadi salesman. “Pe pe p...Ppper..misi.....,” salam si gagap ke penerima tamu. “Ada perlu apa nih pak ?” tanyanya. “S..ss..saya.... mmm.. mmmau mme...lammmarrrr jaja jad..jjadi sales pak,” jawabnya terbata-bata. “Apa kamu yakin bisa ngejualin buku2 ini ? yang normal, cakep, dan cantik aja nggak gablek ngejualnya !!”
“Bbb..bb...bisa pak,” jawabnya yakin banget...mantap. “Ya udah mulai besok kamu coba jualin deh sepuluh buku dulu ya...?”

Esok harinya, ternyata nggak sampai setengah hari dia sudah kembali lagi ke penerbitan untuk minta dibawain buku lagi karena kesepuluh buku tersebut habis laku terjual. Dikasih lagi lah dua puluh buku.....dan nggak sampe jam 4 sore udah balik dan laku juga semuanya. Begitu seterusnya sampe buku tersebut menjadi best seller.

“Wah kamu hebat banget ya....minggu depan akan ada malam resepsi penghormatan buat kamu dan kamu utarakan kepada para sales lain serta tamu uandangan yang datang apa kiat kamu dalam mencapai keberhasilan ini....gimana, OK kan ?” tanya direktur penerbitan. “Te..Te.. tte..terim..ma ..ka ka...kasih pak,”

Pada saat malam resepsi tersebut sampailah waktu si gagap memberikan sambutan sambil diiringi tepuk tangan riuh para tamu yang hadir.
“Ayo dong bagi-bagi ke kita gimana sih caranya Anda berhasil ?” seru teman-temannya dari baris belakang.
“Ss...ssederha..ha...na kok, ss...saya cu cu..ccum...cuman... ,,” belum selesai dia berbicara, “Apaan dong cepetan nih !!” potong teman-temennya lagi nggak sabar.
“Ss..sa..saya...cc..cuma..tt..ta..tanya s saja ke ca ca..ccal...calon pembelinya, “An...anda mmau bb...bbbeli..bu..bukk..ku ini atau...mma..mmau..ss..sss..saya ba ba ..ba ...bacain ?”

Banyak orang lebih lancar berbicara, tetapi malu, segan, sungkan dan tidak berani berbibaca, maka pastilah dia bukan orang yang akan berhasil. Aspek bahasa yang penting adalah ‘berani’ berbicara.

Kembali ke kisah hidup saya sendiri, saya orang kampung dari Jawa tengah, yang th 1990 merantau ke kota Jakarta, mengadu nasib. Sempat 2 tahun tinggal di rumah ‘bedheng’, rumah petak 30 meter persegi. Kenapa akhirnya saya bisa punya perusahaan sendiri, menjadi pengusaha mulai dengan usaha trading export, partner dan bisnis dengan luar negri/ orang asing? Salah satu faktor karena saya berani berbicara.

Semakin saya sering ke luar negri dan menjumpai orang Singapura, orang India, Hongkong, Taiwan yang ternyata cukup banyak pengusaha disana juga ‘spelling’nya cukup parah. Sangat kental logat suku-nya.

Terapi anak anak mu/ anak didikmu untuk BERANI berbicara, dengan cara meminta mereka bercerita apa yang dialami hari itu, mengemukankan pendapat pribadinya yang mungkin berbeda dengan orang tua. Sekolah bisa membuat cara belajar dimana murid-murid justru yang mempresentasikan materi kepada teman -temannya dan guru membahasnya.

B. Senang bicara
Hal kedua dalam berbahasa, yang penting menurut saya adalah ‘senang’ berbicara. Apa artinya orang tahu dan punya banyak ilmu tetapi tidak senang berbicara. Siapa yang akan tau kalau dia pandai, dan apakah kepandaianya berguna bagi orang lain?

Saya berikan saja contoh dari diri saya sendiri. Saya bukan psikolog, saya hanya tahu sedikit tentang psikologi, saya hanya tahu sedikit tentang ‘Multiple Intelligences’ tetapi saya membicarakannya dengan orang-orang apa yang saya ketahui dengan ‘antusias’. Ilmu saya sedikit, banyak orang yang lebih tahu dari saya namun merekapun merasa mendapat ‘sesuatu’/ ‘pengetahuan’ ketika saya berbicara, karena penyampaian saya yang ‘antusias’ dan ‘aplikatif’ serta ‘ praktis’, maka orangpun ramai-ramai mengundang saya untuk seminar ‘multiple intelligences’ atau ‘pernikahan’ dengan kemasan ‘psikologi populer’.

Apa yang terjadi dengan orang-orang yang pandai namun tidak berani dan tidak senang berbicara? Dia akan duduk dibelakang mendengarkan orang lain, sambil menjadi ‘kritikus’ di dalam hatinya. Orang seperti ini bisa bisa menjadi orang yang kepahitan dalam hidupnya.

Demikian juga saya bukanlah orang yang tahu banyak tentang theologia, bahkan saya tidak sekolah Alkitab, saya bukan pendeta, saya seorang pengusaha, namun saya menerima undangan ceramah yang jauh lebih banyak daripada mereka yang tahu hal itu. Salah satu sebabnya saya senang dan berani berbicara. Karena ‘senang’ maka ‘antusias’ dan ‘komunikatif’ sehingga menjadi menarik.

Anak-anak bisa dilatih senang berbicara, jika kita para orang tua bisa menjadi ‘teman bicara yang baik’ bagi mereka.

C. Teman Bicara yang baik
Orang yang berhasil adalah yang temannya banyak dan punya jaringan luas. Salah satu kunci untuk membangun hubungan dengan orang lain adalah menjadi ‘teman bicara yang baik’ dan itu bisa diraih dengan:

1. Belajar menjadi pendengar yang baik
2. Memberi komentar positif
3. Jika harus memberi saran atau kritik, tetap memulai dengan mendengar (langkah 1), komentar positif terlebih dahulu(langkah 2) dan barulah saran atau kritik.
4. Beri prioritas dengan tidak berbicara dan sambil asyik menulis SMS atau membaca lainnya.

Demikian juga dengan bidang-bidang keberhasilan lainnya. Siapakah yang berhasil menikah? Bukan orang yang menguasai tata bahasa/ ‘gramar’ dan ‘spelling’ dengan baik, tetapi yang bisa menjadi teman bicara yang baik.

Aspek kecerdasan berbahasa yang berhubungan erat dan langsung dengan keberhasilan adalah kalau orang bisa jadi teman bicara yang baik.

Melatih anak untuk bisa berkomunikasi yang baik dalam arti menjadi teman bicara yang baik, peran orang tua sangatlah penting dalam memberi contoh, bagaimana suami dan istri menjadi teman bicara yang baik dan juga orang tua menjadi teman bicara yang baik bagi anak-anak.

Jangan buru-buru marah, jangan buru-buru memotong pembicaraan anak. Hargai ketika anak-anak berbicara dengan mendengar dan memperhatikannya, maka itu juga yang akan menjadi polanya dalam berbahasa

D. Bicara komunikatif
Semua masalah di dunia ini bisa diselesaikan dengan cara berkomunikasi. Musyawarah, dialog, negosiasi adalah komunikasi. Banyak masalah di dunia ini muncul, karena masalah komunikasi, salah komunikasi dan tidak adanya komunikasi yang baik, atau bahkan tidak ada atau tidak mau berkomunikasi.

Berikut ini tips-tips sederhana bagaimana meningkatkan kemampuan berkomunikasi, yang disampaikan oleh Dr.Ir.Fuxie dosen sosiologi dari Universitas Indonesia.

Dalam berkomunikasi dengan orang lain, ingatlah bahwa Anda adalah orang penting. Orang yang sedang Anda ajak berkomunikasi, itu pun juga orang yang penting, karena dia pun ciptaan Tuhan. Kalau sikap Anda demikian, maka Anda akan bisa berkomunikasi kepada siapa pun dengan lancar. Kalau orang yang Anda ajak berbicara adalah orang yang statusnya tinggi (bos atau pun pejabat), Anda tidak perlu munduk-munduk atau pun menjilat dia. Sebaliknya Anda juga tidak akan menekan orang yang rendah (walaupun tukang sapu atau tukang parkir), karena apa pun kedudukan dia, dia pun juga orang yang penting.

Berbicaralah dengan memandang mata dari lawan bicara Anda. Kalau Anda berbicara tapi mata Anda tertunduk, ini mengisyaratkan bahwa Anda minder. Jika Anda mengalami kesulitan dalam memandang mata dari lawan bicara Anda, ikutilah prosedur yang dikemukakan Zig Ziglar berikut ini.

Mulailah dengan proses melihat diri Anda sendiri pada mata Anda ketika Anda berkesempatan berada di muka cermin. Anda juga harus menyisihkan waktu beberapa menit setiap hari untuk tujuan khusus dengan sengaja melihat langsung ke mata Anda.

Tahap kedua adalah “kontak mata” untuk pembinaan citra diri dengan melibatkan anak-anak kecil. Kalau kesempatan muncul berbicaralah dan bermainlah dengan anak-anak kecil dan lihatlah ke mata mereka sementara Anda melakukannya. Salah satu keuntungan sampingan yang sangat besar di sini adalah bahwa anak-anak akan lebih menyayangi Anda dan penerimaan mereka meningkatkan penerimaan diri Anda. .

Tahap ketiga adalah berkonsentrasi untuk melihat kelompok sesama Anda dan rekan-rekan Anda, di samping mereka yang mungkin bekerja pada kedudukan yang lebih rendah. Pandanglah mereka pada mata mereka setiap kali Anda berkomunikasi dengan mereka. Ini akan meningkatkan citra diri Anda.

Dan untuk tahap terakhir, yaitu melihat setiap orang yang Anda ajak berkomunikasi dan Anda beri salam, langsung pada mata mereka. Secara keseluruhan prosedur ini sangat besar manfaatnya untuk membina citra diri Anda, dan merupakan “pembuat teman” yang hebat sekali.

Jenis komunikasi lainnya yang harus juga Anda pelajari yaitu berbicara di depan umum. Apakah Anda takut, saat saya menyebutkan hal ini? Kalau Anda menjawab “ya”, maka Anda sama dengan kebanyakan orang di dunia ini. Menurut majalah Reader’s Digest, berpidato adalah ketakutan nomor satu di negara Amerika. Namun demikian, berpidato juga merupakan pembangun citra diri yang hebat. Lain kali ada kesempatan untuk berbicara di depan umum atau kelompok, manfaatkan itu dengan sebaik-baiknya.

Latih anak-anak berani tampil di depan dalam acara acara di sekolah, di greja, mesjid atau di Mall.

E. Senang membaca
Berbahasa, aspek penting lainnya adalah senang membaca. Kadang-kadang karena anak diajar membaca terlalu dini, akhirnya bisa membaca tetapi tidak suka membaca, bisa menulis tetapi tidak suka menulis.

Membaca, menambah ilmu pengetahuan. Waktu kita menjadi sarjana, maka baru 10 % kapasitas otak kita yang terpakai untuk ilmu pengetahuan. Manusia akan menjadi apa sesuai yang diisikan ke otaknya. Atau tidak menjadi apa-apa karena otaknya tidak ada isinya apa-apa. Karena itu untuk saudara sendiri, isilah waktumu dengan membaca banyak buku / majalah yang ‘perlu’, entah itu buku/majalah psikologi, agama, pengetahuan, politik, sosial atau hal lainnya.

Komik, novel dan cerpen yang banyak dibaca anak-anak dan juga orang dewasa, dan menghabiskan waktu yang banyak, tetapi membaca hal-hal demikian tidak menambah apa-apa di otak selain hanya untuk mengisi atau lebih tepat saya beri istilah MEMBUANG WAKTU. (Hal yang sama dengan menonton film hiburan, kartun hiburan dan games)

Didik anak-anak suka membaca dan membaca hal-hal yang perlu atau paling tidak informasi atau ilmu pengetahuan, yang sesuai dengan usianya misalnya Majalah anak. Majalah atau buku-buku tentang hobby, pesawat, senjata dan hal-hal lainnya masih lebih baik daripada komik, novel atau cerpen karena ada ‘informasi’ atau ‘ilmu pengetahuan umum’ nya.

Manusia akan menjadi apa sesuai yang diisikan ke otaknya. Atau tidak menjadi apa-apa karena otaknya tidak ada isinya apa -apa. Itulah perlunya senang membaca.

F. Menulis cepat
Aspek lain dalam berbahasa, adalah menulis, dan bagian yang penting dalam menulis untuk zaman ini, bukanlah menulis halus, menulis bagus, karena sekarang semua surat menyurat menggunakan komputer bahkan tanpa kertas karena surat menyurat dikirim via email atau di dalam kantor dengan jaringan LAN.

Hal yang lebih mendesak, yang lebih perlu dan berhubungan dengan keberhasilan seseorang adalah kemampuannya untuk menulis cepat. Dalam menghadiri rapat rapat dengan atasan, dengan orang penting, dalam seminar dan pertemuan pertemuan penting, dalam mengisi formulir dan hal-hal lainnya maka yang diperlukan adalah menulis cepat.

Saya tidak bisa membayangkan seorang sekretaris yang cantik, dengan tulisan yang rapi dan bagus, tetapi dalam setiap rapat selalu angkat tangan dan meminta supaya direksi mengulang pernyataannya karena dia ‘kelewatan’ mencatatnya. Dia akan dipecat!

Saya menyarankan dalam pendidikan di sekolah, atau orang tua melatih anaknya, bukan lagi menulis halus yang ditekankan, tetapi menulis cepat, anak-anak dilatih DI DEKTE dan mereka harus menulis cepat, cepat dan lebih cepat lagi.

Saya bahkan mengusulkan kalau perlu semua anak SMP, SMA atau Mahasiswa belajar ‘steno’.

Kemampuan berbahasa, menulis cepat adalah aspek penting yang berhubungan dengan keberhasilan seseorang.

G. Senang menulis
Aspek lain dalam berbahasa, adalah menulis dan yang penting bukan menulis halus, membaca indah tetapi suka menulis. Saya sudah menulis 2 buku ‘psikologi populer’ tentang anak (Mendidik Anak dan Multiple Intelligences) dan buku Pernikahan, serta 19 buku berthemakan keluarga yang dikemas secara ‘rohani’ dan telah menjadi berkat bagi banyak orang. (Buku-buku saya ada di Gramedia, Kharisma, Imannuel dll)

Saya sendiri melatih anak saya untuk menulis, mengarang cerita pendek, cerita lucu dan memberikan mereka ‘rewards’ ‘pujian’ setiap kali mereka membuatnya. Ini bukan soal ‘bakat’ atau ‘talenta’ ini sesuatu yang bisa dilatih, jika ada kemauan. Awalnya, saya ini jangankan menulis buku, menulis agenda atau ‘things to do’ saja tidak pernah. Secara psikologis dalam tes temperamen dasar, saya 90% sanguinis, yang pelupa dan tidak suka menulis.

Keberhasilan saya sekarang ini sebagai pengusaha ‘Trading’, ‘Production House’, ‘Event Organizer’ dan ‘Distributor’ juga sangat ditunjang oleh ‘linguistic intelligence’ yang saya miliki. Dengan senang menulis, saya membuat buku-buku, berani dan senang berbicara, saya menjadi pembicara di seluruh propinsi bahkan ke luar negri, dengan demikian saya memiliki teman dan jaringan dimana-mana, mereka memiliki ‘image’ yang positif tentang saya karena apa yang saya tulis atau saya sampaikan dalam seminar yang saya pimpin.

‘Kesenangan menulis’ seorang anak bisa dilatih, dengan demikian kelak ia bisa menjadi seseorang yang lebih berarti dan berguna dalam hidupnya dan menjadi lebih berhasil.


EmoticonEmoticon